Lompat ke isi utama

Berita

Sentra Gakkumdu Dievaluasi, Perbedaan Persepsi Masih Mendominasi

Menjelang berakhirnya seluruh tahapan Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019, Bawaslu Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan Rapat Koordinasi Evaluasi Sentra Gakkumdu Pada Pemilu 2019 yang bertempat di Sekuro Village Beach Resort Jepara mulai hari Kamis (22/8/2019) dan selesai hari Jumat (23/8/2019). Kegiatan evaluasi ini diikuti oleh 106 orang, terdiri dari Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten se-Jawa Tengah, Kasatreskrim Polres se-Jawa Tengah dan Kasipidum Kejari se-Jawa Tengah yang kesemuanya tergabung didalam Sentra Gakkumdu Kabupaten.


Poin penting dalam kegiatan evaluasi ini adalah pada sisi regulasi, program dan Sumber Daya Manusia (SDM) Sentra Gakkumdu tingkat Kabupaten.


Menurut Dr. Ratna Dewi Pettalolo, S.H., M.H, selaku  Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu RI, ada beberapa permasalahan di Sentra Gakkumdu didalam penanganan tindak pidana Pemilu Tahun 2019. Beberapa permasalahan tersebut diantaranya adalah masih adanya Bawaslu Provinsi dan Kab/Kota yang belum terdapat ruangan khusus untuk Gakkumdu, keterbatasan personil dari unsur kepolisian dan kejaksaan, masih adanya norma pidana dan aturan teknis yang rumusannya tidak jelas sehingga menimbulkan perbedaan pendapat, serta penganggaran untuk penanganan tindak pidana Pemilu dan Gakkumdu oleh Bawaslu masih belum disesuaikan dengan kebutuhan lapangan. Hal ini beliau sampaikan pada saat membuka acara kegiatan evaluasi tersebut.


Disampaikan oleh Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Dr. Sri Wahyu Ananingsih, SH.Mhum, selama penyelenggaraan Pemilu 2019 Bawaslu Jawa Tengah telah mencatat adanya 175 kasus dugaan pelanggaran pidana Pemilu dimana 11 kasus diantaranya telah mendapatkan putusan dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sedangkan sebanyak 18 kasus dihentikan di Pembahasan Pertama Gakkumdu, 138 kasus dihentikan pada Pembahasan Kedua Gakkumdu, dan 3 kasus dihentikan di Pembahasan Ketiga Gakkumdu. Penghentian penanganan tindak pidana Pemilu pada pembahasan Gakkumdu disebabkan oleh sering terjadinya perbedaan penafsiran/persepsi antara Bawaslu, Penyidik Kepolisian dan Kejaksaan.
“Selain itu, Bawaslu Provinsi Jawa Tengah juga telah membuat berapa catatan penting terhadap kinerja Gakkumdu selama Pemilu 2019. Catatan penting tersebut antara lain terkait dengan regulasi yang tidak mendukung penegakan hukum Tindak Pidana Pemilu. Kemudian juga terkait dengan pola koordinasi dan komunikasi antara bawaslu Kab/Kota, Kepolisian dan Kejaksaan yang belum berjalan secara maksimal, kurang maksimalnya pendampingan dari Kepolisian dan Kejaksaan ketika terjadi proses penanganan Tindak Pidana Pemilu di Bawaslu, serta masih terjadinya perbedaan persepsi antara Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan yang pada akhirnya bermuara pada dihentikannya penanganan dugaan tindak pidana Pemilu”, lanjut Sri Wahyu Ananingsih.


Sedangkan Anggota Sentra Gakkumdu Provinsi Jawa Tengah dari unsur Penyidik Polda Jawa Tengah, AKBP Makmur, S.H.,M.Si, menyampaikan bahwa hambatan selama melakukan proses penyidikan Tindak Pidana Pemilu antara lain waktu penyidikan yang hanya dibatasi 14 (empat belas) hari kerja saja. Hal ini menjadi kendala dikarenakan personil Penyidik yang masih terbatas sehingga yang ditugaskan di Gakkumdu juga masih menjalankan tugas dari instansi asalnya, sementara waktu penyidikan tindak pidana pemilu sangat terbatas. Oleh karena itu kedepan Polda Jawa Tengah akan menyiapkan penyidik khusus yang fokus tugasnya menangani pelanggaran pidana Pemilu. Persoalan perbedaan persepsi antar Anggota Sentra Gakkumdu dan juga terbatasnya anggaran dalam proses penyidikan tindak pidana Pemilu juga menjadi kendala didalam Sentra Gakkumdu.


Sementara Anggota Sentra Gakkumdu Provinsi Jawa Tengah dari Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Dodik Hermawan, S.H menyampaikan kendala Gakkumdu dalam penanganan Tindak Pidana Pemilu 2019 antara lain terkait dengan adanya ketentuan di Perbawaslu Nomor 31 Tahun 2018 tentang Sentra Gakkumdu yang bertentangan dengan KUHAP sebagai hukum acara formil yaitu terkait dengan jangka waktu penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), sehingga hal ini menimbulkan perbedaan persepsi dengan Bawaslu dan Penyidik Kepolisian. Selain itu belum adanya kesepahaman bersama terkait dengan teknis mekanisme in absentia dalam penanganan Tindak Pidana Pemilu juga menjadikan perbedaan persepsi diantara anggota Sentra Gakkumdu. Selanjutnya, seringnya ahli yang tidak dapat hadir dalam persidangan juga menjadi kendala bagi Jaksa. Hal ini tidak terlepas dari waktu persidangan yang hanya 7 (tujuh) hari kerja, sehingga menyulitkan Jaksa dalam menghadirkan ahli sesuai dengan jadwal sidang dari Pengadilan, sedangkan keterangan Ahli sangat dibutuhkan di dalam Persidangan.

Hasil evaluasi ini oleh Bawaslu Provinsi Jawa Tengah selanjutnya akan dibawa didalam kegiatan evaluasi Sentra Gakkumdu tingkat nasional yang diselenggaran oleh Bawaslu RI guna perbaikan Sentra Gakkumdu kedepan dan sebagai persiapan dalam menghadapi penyelenggaran Pilkada serentak tahun 2020 khususnya di Jawa Tengah.
“Walaupun berbeda mekanisme penanganan tindak pidana antara Pemilu dengan Pilkada, akan tetapi pola penanganan pelanggaran tindak pidana Pemilu 2019  bisa menjadi acuan bagi Sentra Gakkumdu dalam penanganan pelanggaran tindak pidana pada pada Penyelenggaraan Pilkada kedepan, khususnya di 21 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang akan menyelenggarakan Pilkada Serentak tahun 2020,” ujar Ketua Bawaslu Jawa Tengah, M. Fajar Saka dalam sambutannya dihadapan peserta Rakor Evaluasi Sentra Gakkumdu Pada Pemilu 2019.

Tag
Berita